BELAJAR DARI LEBAH
Dia-lah yang telah menurunkan
ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin
supaya keimanan mereka bertambah dan terus bertambah (Al Fath 4)
Tidak hanya seorang nabi dan rasul
yang pernah mendapatkan wahyu dari Allah, ternyata seekor binatang juga pernah
mendapatkan wahyu dari Allah untuk membenahi cara hidup dan pola kehidupannya
hingga memperoleh ketenangan yang dapat memancarkan ketenangannya itu kepada
manusia.
Surat An Nahl yang artinya lebah,
memberikan inspirasi kepada kita untuk bisa menegakkan pilar-pilar kehidupan
yang penuh dengan ketenangan. Setidaknya ada lima pilar yang tercermin dalam
surat tersebut untuk menuju pada ketenangan hidup.
1. Kemandirian
Lebah dalam membuat sarangnya, ia
pergi ke gunung-gunung, bukit, pohon-pohon atau tempat lain yang nyaman untuk
melakukan produktifitas madu dan sejenisnya.
Allah berfirman: Dan Tuhanmu
mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon
kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia” (An Nahl 68)
Keluarga muslim bisa belajar
bagaimana lebah ini membangun kemandiriannya dalam keluarga, dalam menentukan
arah dan kebijakan untuk meraih tujuan. Kemandirian ekonomi, kemandirian nilai
dan kemandirian dalam menghadapi berbagai goncangan hidup adalah harga mati
yang harus dimiliki oleh keluarga muslim.
Keluarga muslim berarti memiliki
kemandirian manakala mampu istiqamah berpegang teguh kepada nilai-nilai Islam
dalam menjalani kehidupan meskipun berhadapan dengan kendala yang berat dan
lingkungan yang tidak Islami. Yasir dan Summayyah adalah suami isteri yang
memiliki kemandirian nilai sehingga meskipun statusnya sebagai budak, ia mampu
mempertahankan aqidah Islam yang diyakininya meskipun harus mati karena
kezaliman majikannya yang menginginkan agar ia keluar dari Islam.
Dan dalam kehidupan sekarang yang
pengaruh era globalisasi sedemikian besar, memiliki kemandirian nilai menjadi
perkara yang amat penting, karena sesama anggota keluarga memang tidak bisa
saling mengawasi setiap saat, bahkan tingkat kesibukan yang tinggi membuat
anggota keluarga sulit berkomunikasi meskipun alat-alat komunikasi sudah
semakin canggih.
2. Selalu makan yang halal
Lebah hanya mengambil makanan dari
tempat yang manis, yang halal dan thayyib. Allah berfirman : kemudian
makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang
telah dimudahkan (bagimu). (An Nahl 69)
Maka jadikanlah keluarga anda
sebagai keluarga islami yang hidup dari barang-barang yang halal dan jauh dari
ketidak jelasan sumber maisyahnya. Halal dalam mencarinya dan halal dalam
membelanjakannya.
Bila syariat telah melarang kita
memberi makan keluarga dari sumber nafkah yang haram, maka sudah menjadi
kewajiban suami agar hanya memberikan nafkah dari sumber yang halal, sehingga
meskipun sedikit nafkah yang dapat diberikan suami tetapi mendapatkan barokah
Allah, insya Allah. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 172, yang
artinya “Hai orang-orang yang beriman, makanlah kalian dari sebaik-baik
rezeki yang Aku berikan kepadamu, dan syukurlah kepada Allah, jika kalian
benar-benar mengabdi (menyembah) kepada-Nya.
Seorang istri wajib mengingatkan
suaminya agar tidak mencari nafkah pada pekerjaan yang dilarang Allah dan tidak
mengambil harta orang lain dengan jalan yang batil. Ia sudah semestinya
mengatakan kepada suaminya, “Takutlah kamu dari usaha yang haram sebab kami
masih mampu bersabar di atas kelaparan, tetapi tidak mampu bersabar di atas api
nerakaâ€. Sehingga merupakan suatu perbuatan zalim bila suami memberi nafkah
untuk istri dan anak-anaknya dari harta haram. Mereka yang mungkin tidak
mengetahui dari mana sebenarnya sumber nafkah yang diperoleh suami akan terkena
getah perbuatan kepala keluarganya itu. Sebab dari dalam tubuh mereka telah
tumbuh daging yang berasal dari harta haram. Naudzubillahi min dzalik. Semoga
Allah melindungi tubuh kita dari harta haram, Allahumma amin.
3. Banyak manfaatnya
Dari input yang baik, maka
menghasilkan output yang baik pula. Sebagaimana lebah, keluarga muslim
berorentasi pada memberi bukan menunggu pemberian, atau menanti penerimaan dari
orang lain. Allah berfirman : “Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu)
yang bermacam-macam warnanya” (An Nahl 69) Dan Rasulullah juga bersabda :
Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya
Sebaik-baik keluarga adalah keluarga
yang selalu memberi manfaat kepada orang lain. Kebahagiaan bukan hanya kerana
mampu memenuhi keperluan diri dan keluarga, tetapi juga mampu memberi
kebahagiaan kepada orang lain. Karena menolong orang adalah rezeki bagi kita
sebab rezeki tidak semestinya dalam bentuk uang. Menolong orang lain supaya
mempunyai harga diri di depan anak dan isterinya juga adalah rezeki. Membantu
anak tertangga supaya dapat bersekolah dan berhasil adalah juga rezeki.
Kadang-kadang kita berasa berat mengeluarkan apa yang kita peroleh. Padahal apa
yang kita keluarkan bagi membantu orang lain itu adalah rezaki kita.
4. Mampu bersosialisasi dengan baik
Lebah dapat hinggap diranting yang
kecil tanpa mematahkannya. Rasulullah saw bersabda: “Seorang mukmin yang
bergaul dengan banyak orang dan dan sabar atas tindakan buruk mereka itu lebih
baik daripada seorang mukmin yang tidak pernah bergaul dan tidak sabar atas
tindakan buruk mereka”
Maka profil keluarga muslim mestinya
memiliki semangat human relation yangbaik, untuk membangun hubungan dan
jaringan sosial di tengah masyarakat. Keluarga merupakan faktor utama dalam
pembentukan karakteristik atau kepribadian individu atau anak dalam kehidupan
bermayarakat. Kunci sukses hidup bermasyarakat adalah kemampuan untuk menjalin
hubungan pertemanan. Dan apabila keluarga mengharapkan anaknya mampu bergaul
dengan baik dan benar dalam masyarakat, maka sebaiknya dilakukan sosialisasi
terhadap anak sejak dini. Namun, mengajarkan anak suka berteman atau bergaul di
dlam lingkungan sosial atau lingkungan masyarakat tidaklah mudah. Khususnya
bagi anak yang memang suka menyendiri atau tidak suka berteman.
Sosialisasi perlu dilakukan terhadap
anak, karena apabila anak tidak dibekali aturan-aturan sosial dan nilai-nila
islam maka saat anak beranjak remaja atau dewasa dan mulai berteman dengan
banyak orang anak akan mendapat benturan dari lingkungan sosial atau lingkungan
masyarakatnya. Bentuk dari benturan-benturan ini bisa bermacam-macam, anak yang
tidak dibekali oleh aturan-aturan sosial dan nilai islam namun memiliki rasa
percaya diri yang kuat, maka anak bisa dianggap aneh oleh masyarakat. Proses
sosialisasi yang dilakukan oleh orang tua juga ditentukan oleh profesi atau
pekerjaan orang tua, status orang tua dilingkungan mayarakat, dan kemampuan
ekonomi serta faktor yang lainnya. Berbagai profesi atau pekerjaan yang
dimiliki oleh orang tua mempunyai pengaruh yang sangat penting tentang
bagaimana cara orang tua dalam mendidik anak-anaknya.
5. Ketulusan yang paripurna
Lebah dengan tulus berperan membantu
penyerbukan bunga.Ketulusan ini adalah inspirasi mulia, bahwa memberi itu lebih
mulia daripada menadahkan tangan untuk menerima, apalagi meminta-minta. Dalam
memberikan apapun tidak perlu hitung-hitungan karena Allah pun akan
menghitung. “Bersedekahlah dan jangan kamu menghitung-hitung sehingga Allah
juga akan memakai hitungan-hitungan terhadapmu” (HR Ahmad)
Bukan saja dalam masalah financial,
tetapi juga dalam cinta dan kasih saying. “Sebagaimana kamu memperlakukan,
begitu pula kamu akan diperlakukan” (HR Ibn “Ady)
Semangat memberi rasa cinta inilah
yang akan melanggengkan bangunan keluarga. Karena cinta akan menjadi perekat
yang selalu actual menghadapi prahara. Karena orang yang berorentasi untuk
memberi tentu akan selalu berusaha untuk menggali dan mencari mutiara dalam
keluarga.
Kehidupan rumah tangga Rasulullah
penuh dengan ketulusan memberikan rasa cinta. Itu sebabnya dakwah Islam
mengalami kesuksesan. Maka setiap muslim dianjurkan untuk selalu tulus
memberikan cintanya pada pasangannya. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ’alahi
wasallam secara tulus mengekspresikan cinta pada para istrinya. Beliau pernah
memanggil ’Aisyah dengan sebutan humaira, yang berarti pipi kemerahan. Tentu
saja ekspresi cinta berupa pujian ini melambungkan hati ’Aisyah.
Rasulullah pun tidak malu memberikan
tulus cinta pada ’Aisyah ketika ada seorang sahabat yang bertanya tentang siapa
yang dicintai oleh Nabi. Dari golongan laki-laki Rasulullah menjawab Abu Bakar,
sedangkan dari golongan perempuan adalah ’Aisyah.
Rasulullah juga dengan senang hati kerap
menjahit sendiri bajunya dan membantu pekerjaan istri-istrinya. Beliau
melakukan semuanya sebagai wujud perhatian dan ekspresi tulus cinta kepada sang
istri.